Kota Malang

Perjuangan Seorang Ibu dengan Anak Lumpuh Otak, dari Pasrah hingga Berjuang di Paguyuban

Diterbitkan

-

BERJUANG: Agustiningsih bersama dengan sang anak, Marissa Etyaningsih. (memontum.com/rsy)

Memontum Kota Malang – Seorang ibu dari Forum Keluarga Disabilitas (FKD) Sukun, Agustiningsih, berbagi kisah perjuangannya merawat sang anak yang mengalami Cerebral Palsy (CP) atau lumpuh otak.

Realita itu, telah dialami oleh sang anak, Marissa Etyaningsih (23), dari sejak lahir. Bahkan hingga sekarang, Marissa tidak dapat mandiri dan membutuhkan bantuan untuk aktivitas sehari-hari. Mulai dari makan, mandi dan sebagainya.

“Pokoknya segala keperluan Marissa, semuanya dibantu. Karena punggungnya lemas, dia kalau duduk terlalu lama tidak kuat,” kata Agustiningsih, Sabtu (06/07/2024) tadi.

Ketiga anak Agustiningsih, siapa sangka juga memiliki kondisi yang serupa. Sementara sang ibu, mengaku tidak mengetahui apa yang menjadi penyebab dari kondisi tersebut. Apalagi, dokter yang dituju tidak menjelaskan alasan-alasan itu dapat terjadi. Padahal, sang ibu menginginkan adanya penjelasan dan jalan keluar.

Advertisement

“Saya juga bingung, harusnyakan ini dijelaskan oleh dokter, kok bisa anak saya seperti ini. Anak pertama saya yang sudah kuliah dan hampir menikah, itu sebelum meninggal saat pandemi Covid-19 lalu, juga mengalami kondisi sama. Saya sudah pasrah. Saya syukuri saja, meskipun tiga-tiganya dalam kondisi seperti ini,” ujarnya.

Baca juga :

Agustiningsih menambahkan, bahwa dirinya juga sudah berusaha dengan mencoba memberikan terapi kepada sang anak. Dari hatinya bergerak untuk melakukan terapi sendiri bagi sang anak. Terlebih, baginya kader terbaik untuk anak adalah orangtuanya sendiri.

“Menjadi terapis karena dari hati. Kita mempunyai anak seperti ini, kemudian saya ikut paguyuban, akhirnya hati tidak bisa diam. Harus terjun ke dalam paguyuban, sehingga kegiatan saya rutin di paguyuban,” tambahnya.

Advertisement

Lebih lanjut, menurutnya paguyuban disabilitas sendiri menjadi tempat Agustiningsih menemukan penghiburan dan dukungan. Dengan bergabung di paguyuban, hatinya dapat terhibur. Apalagi melihat anak-anak yang senang berkumpul dengan teman-temannya.

“Alhamdulillah. Dengan adanya paguyuban ini, apalagi sekarang lebih maju, sudah dapat perhatian dari pemerintah, kelurahan, kecamatan,” tambahnya.

Agustiningsih berharap, agar semua orang tua yang memiliki anak disabilitas tidak membiarkan anak-anak mereka terkurung. Dalam menerima kondisi anak-anaknya juga membutuhkan waktu yang lama.

“Saya sampai tidak bisa cerita. Semua itu dari yang kuasa. Kita sudah berusaha,l dan cari jalan terbaik. Tentu anak-anak ini dilahirkan huga juga ingin bahagia, ingin melihat dunia yang lain. Jadi harapan saya cuma ingin kedepannya anak-anak disabilitas lebih diperhatikan,” imbuh Agustiningsih. (rsy/sit)

Advertisement
Advertisement
Click to comment

Tinggalkan Balasan

Terpopuler

Lewat ke baris perkakas