Kota Malang
Sambut Ramadan, Kampung Budaya Polowijen Kota Malang Gelar Tradisi Megengan dan Nyadran
Memontum Kota Malang – Menyambut Bulan Suci Ramadan, Kampung Budaya Polowijen (KBP) Kota Malang, menggelar tradisi budaya Jawa, yang masih terus dilestarikan dan kaya akan makna. Yakni, tradisi Megengan dan Nyadran.
Penggagas KBP Kota Malang, Isa Wahyudi, menyampaikan bahwa tradisi tersebut setiap tahunnya selalu digelar. Diawali dengan mocopatan, kemudian umbul dungo (baca doa, red), lalu nyekar ke makam Empu Topeng Ki Tjandro Suwono (Mbah Reni) di KBP hingga arak-arakan topeng dan penampilan tari-tarian.
“Lebih dari 100 orang mengikuti Megengan dan Nyadran di KBP Kota Malang dengan khidmat sampai acara selesai. Mereka ada dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Malang, Kampung Gadang Wiswakala, Perempuan Bersanggul Nusantara, Komunitas Mocopat Kota Batu, SMP Wahid Hasyim Singosari, perwakilan Kampung Tematik Kota Malang, murid dan wali murid KBP serta Warga KBP sendiri,” ujar Ki Demang-sapaannya, Senin (11/03/2024) tadi.
Uniknya dalam tradisi tersebut, para warga KBP yang hadir membawa makanan, kemudian saling tukar menukar untuk dibawa pulang ke rumah. Tidak lupa juga, mereka membawa kue legendaris, apem dan buah pisang.
“Karena biasanya warga itu membagikan ke tetangga sekitar atau di bawa ke mushola, lha di sini kita saling menukar makanan kemudian bisa dibawa pulang. Tetapi, sebelumnya mereka juga mengikuti kegiatan arak-arakan Nyadran ke makam,” jelasnya.
Baca juga :
Sementara itu, Sekretaris TACB Kota Malang, Rakai Hino Galeswangi, memberikan penjelasan mengenai makna dari Megengan dan Nyadran itu sendiri. Menurut Rakai, Megengan diambil dari bahasa Jawa mèkèk yang artinya menahan. Tradisi Megengan sendiri juga merupakan tradisi lama dari masyarakat Jawa yang masih tetap lestasri dan dilakukan jelang puasa.
“Untuk puasa sendiri, berasal dari penggabungan dua suku kata upa dan vasa. Upa bermakna dekat dan vasa itu Yang Maha Agung, sehingga upavasa ini sendiri memiliki arti mendekatkan diri ke Yang Maha Kuasa. Ini merujuk pada perilaku atau tradisi puasa masyarakat nusantara terdahulu yang mayoritas menganut Hindu-Budha,” tutur Rakai.
Kemudian, Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta, Sraddha yang artinya keyakinan. Tradisi Nyadran merupakan suatu budaya mendoakan leluhur yang sudah meninggal dan seiring berjalannya waktu mengalami proses perkembangan budaya sehingga menjadi adat dan tradisi yang memuat berbagai macam seni budaya.
“Nyadran itu selalu di selenggarakan di bulan Jawa Ruwah dan bermakna meruwat atau merawat arwah arwah. Khususnya, kalau di KBP sendiri ini meruwat arwah para seniman dan budayawan topeng Malang yang sudah tidak ada, namun jiwa dan ruhnya masih bisa dirasakan pada generasi topeng saat ini,” imbuhnya. (rsy/sit)
- Kota Malang4 minggu
Gramedia Goes to Campus, Berikan Pencerahan Mahasiswa untuk Memasuki Dunia Kerja
- Kota Malang4 minggu
KPU Kota Malang Tegaskan Anggota DPRD yang Terlibat Kampanye Pilkada Wajib Ajukan Cuti
- Kota Malang4 minggu
Kampung Warna-Warni Jodipan Kota Malang Jadi Tujuan Utama Wisatawan Mancanegara
- Hukum & Kriminal3 minggu
Diduga Lompat ke Rel Kereta Api, Seorang Perempuan Tewas Tertabrak KA Pengangkut BBM
- Kota Malang4 minggu
Kasus Gondongan di Kota Malang Meningkat, Dinkes Siapkan Faskes dan Sosialisasi Pencegahan
- Hukum & Kriminal4 minggu
Diduga Ngetap Bensin Sembarangan, Motor dan Ruko di Jalan Raya Tlogomas Terbakar
- Kota Malang4 minggu
Pemkot Malang Dorong Peningkatan PAD melalui Optimalisasi Transaksi Elektronik
- Kota Malang4 minggu
Pembangunan Pasar Besar Kota Malang Masuk Prioritas 2025, Pemkot Tunggu Review DED