Hukum & Kriminal

Linda : Soal Sejarah, Saya Tidak Mau Tahu

Diterbitkan

-

TEGANG : Pemilik kios ceritakan sejarah pemindahan pasar dan sempat tegang. (sos)

Sekitar pukul 11.49, seorang pemilik kios sempat lebih dulu bersitegang dengan petugas terminal. Pasalnya, Linda belum kunjung datang dan memulai pertemuan. Hingga pukul 12.01, Linda Sabarani, kepala terminal datang dan mengatur jalannya proses.

Satu per satu pemilik kios, sekitar pukul 12.14 memasuki ruangan. Petugas menyiapkan meja di depan ruangan. Sekitar pukul 12.21, Linda selaku kepala Terminal Mulyorejo meminta pemilik kios berkumpul di ruang tengah kantor.

MAP : Linda tunjukkan peta kios. (sos)

MAP : Linda tunjukkan peta kios. (sos)

Ia bernada lantang, “Meskipun tidak ada surat yang tidak pada tempatnya (tanpa, stempel alamat terminal Arjosari). Hanya waktu yang tidak nutut memberikan ke… Sementara ditandatangani Pak Maniran. Tidak mau membuat yang abal-abal. Sekarang ini penandatanganan kontraknya,” ujar Linda selaku kepala terminal.

Ia lalu menerangkan persoalan usaha dan kaitannya dengan dasar aturan penarikan seperti dalam Perda masalah jasa retribusi serta sistem pemakaian fasilitas terminal. Linda juga menguraikan, ukuran dan biaya besaran ijin berjualan serta pendataan kios di kawasan terminal.

Menurut Linda, penarikan kontrak nantinya sudah ada pengurangan dari pemerintah. Uang kontrak akan diserahkan kepada negara. Penarikan itu dihitung sejak bulan Juni hingga Desember. Besarannya sesuai aturan berlaku.

Advertisement
BUKTI : Seorang pemilik kios tunjukkan surat jual beli. (sos)

BUKTI : Seorang pemilik kios tunjukkan surat jual beli. (sos)

Linda sempat pula menyinggung soal pembelian kios dari oknum. “Bapak ibu yang membeli dari oknum. Saya tidak mau tahu. Jadi jangan bawa lurah ke sini. Kasihan lurahnya,” ungkap keras Linda didengar warga di ruangan tengah.

Linda lalu, menyebutkan contoh di Arjosari dan membawa uang jutaan dari tarikan kepada para pemilik kios, tapi tidak ada permasalahan seperti di Mulyorejo.

Sejak pelantikannya dan mendata pemilik kios, ia membantah adanya uang sewa kontrak pemilik kios. Berbeda dengan pengakuan seorang warga terkait Mbah Min yang kemudian “musti pindah dari kiosnya” (karena tidak berjualan).

Baca : Pemilik Kios Mulyorejo Terancam “Diusir”

Linda juga menyebut adanya peralihan fungsi kios. “Bukan tempat ijin indekos. Tapi ijin berjualan. Tapi jangan berjualan ‘badannya’ atau minuman keras,” ujar lantang Linda.

Advertisement

Seorang warga kemudian menjelaskan sejarah asal muasal perpindahan kios dari pasar Mulyorejo, masuk ke kawasan Terminal Mulyorejo. “Waktu itu Pasar Mulyorejo, lalu pindah,” ujar seorang pemilik kios.

“Saya tidak mau denger cerita itu. Saya cuma menegaskan Perda saya di sini,” pekik Linda menimpali.

Sekitar pukul 12.35, seorang petugas menghampiri fotografer. Seorang petugas juga sempat mendekati dan meminta identitas seorang jurnalis. Linda sempat menanyakan soal ijin peliputan wartawan.

Setelah ditunjukkan kartu identitas, Linda baru mengerti. Terlebih, ia menghubungi Kepala Dinas Perhubungan Kota Malang. Linda lalu meneruskan jalannya pertemuan dengan pemilik kios.

Advertisement

Baca Juga : Soal Terminal Mulyorejo Perlu Soroti Sejarah

“Saya tidak tahu dan tidak mau tahu, soal akte yang dijualbelikan di situ. Tidak ada nama saya juga di situ. Saya dipindah ke sini untuk mengolah kawasan di sini,” ungkap Linda.

“Sumangga kalau pemilik kios mau pindah. Saya tidak akan memaksa. Saya tidak akan memaksa jika tidak tandatangan kontrak. Minta sama walikota jangan sama saya. Saya hanya menegakkan perda,” ujar Linda sembari menyebut jika kepala dinas telah memutuskan soal hak pemilik kios.

Linda juga menyinggung soal peraturan daerah dari jaman Walikota lama, Peni Suparto. Sekitar pukul 12.53, Linda menutup pertemuan dan enggan menerima jawaban dari pemilik kios.

Advertisement

Sementara itu, Linda memberi penjelasan kepada awak media seusai pertemuan. “Pak Sekda mendukung kegiatan ini. Saya sudah laporan kemarin. Saya sudah laporkan semuanya. Pak Wasto sudah mengetahui, sehingga saya menegakkan peraturan ini,” ungkap Linda.

“Sudah tahunan, saya mendengar memang, dulu dijualbelikan. Kami sudah ukur semuanya. Saya setor ke negara, kami buat laporannya,” ungkap Linda.

Linda pula menyebut peralihan fungsi kios. “Ada yang dipakai indekos. Ada kios jadi garasi,” sebut Linda sembari menunjuk peta kios di terminal yang berwarna merah.

“Kenapa tarikannya sejak Juni. Karena Mei sudah ada sotk (upt pengelolaan prasarana) disahkan. Tidak boleh mengambil. Saya begini, Karena gemes, mereka petentang petenteng. Ada itu nenek punya 3, disewa-sewakan,” ujar Linda.

Advertisement

“Kalau mereka sudah membayar. Mungkin Walikota bisa mempertimbangkan untuk kepindahan pemilik kios,” ujar Linda seraya membenarkan soal iuran kebersihan Rp 10 ribu kepada pemilik kios. Faktanya, diakui pemilik kios, kebersihan di latar kios ditangani sendiri tanpa bantuan pihak terminal.

Soal surat tanpa stempel dan alamat dicoret, Linda beralasan waktu yang mepet sehingga ia meminta tolongg staf untuk membuat surat undanfan mendadak. “Iuran kebersihan Rp 10 ribu. Untuk penarikan kontrak nantinya, sekali aja saya ambil, sesuai Perdanya,” tegas Linda. (sos)

 

Advertisement
Advertisement
Click to comment

Tinggalkan Balasan

Terpopuler

Lewat ke baris perkakas