Hukum & Kriminal

Korban Sebut Laporkan Lurah Temas Kota Batu

Diterbitkan

-

Senjaya, anak Liem Linawati saat menjadi saksi terdakwa Heri Susiyo. (gie)
Senjaya, anak Liem Linawati saat menjadi saksi terdakwa Heri Susiyo. (gie)

Memontum, Kota Malang – Staf Kelurahan Temas Kota Batu Heri Susiyo, kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Senin (3/8/2020) siang. Kalau sebelumnya, PNS bagian Pengurusan Tanah Kelurahan Temas ini dihadirkan secara virtual, kali ini secara langsung dihadirkan di persidangan.

Dengan agenda mendengarkan kesaksian pihak korban. Diantaranya suami istri, Andi Gunawan dan Liem Linawati, serta anaknya, Senjaya Gunawan. Sedangkan satu saksi lagi yakni Mulyadi Ridwan yang tanda tangannya dipalsukan oleh Heri Susiyo.

Saat memberikan kesaksiannya, Senjaya sempat mengatakan bahwa akibat surat-surat produk Kelurahan Temas yang dikeluarkan untuk Nafian dan Sunarko (Terdakwa dalam laporan terpisah), pihaknya sangat dirugikan. Oleh karena itu selain melaporkan Sunarko dan Nafian, dirinya juga melaporkan Lurah Temas Tantra Soma Pandega.

” Surat tersebut bisa memiliki kekuatan karena ada tanda tangan Lurah. Saya kemudian melaporkan Lurah Temas Tantra Soma ke polisi. Namun dalam proses penyidikan yang keluar sebagai tersangka adalah Heri Susiyo. Saya sempat cari keterangan, bahwa surat-surat tersebut yang membuat Heri Susiyo sedangkan lurah hanya tanda tangan,” ujar Senjaya.

Advertisement

MS Alhaidary SH MH, kuasa hukum Liem Linawati membenarkan bahwa yang sebenarnya dilaporkan oleh pihaknya adalah Lurah Temas.

” Bahwa yang disampaikan saksi Senjaya itu betul. Bahwa yang yang dilaporkan adalah Lurah Temas bukan Heri yang sekarang jadi terdakwa. Bukti Laporan Polisinya ada. Sesuai STPLP /17/II/2020/ Jatim. Polres Batu tanggal 10 Februari 2020, yang dilaporkan oleh pihak Klien kami dengan terlapor Tantra Soma Pandega,” Alhaidary.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Maharani Indriningtyas SH mengatakan bahwa Hari Susiyo didakwa Pasal 263 Ayat 1 KUHP.

” Dalam dakwaan sesuai BAP, bahwa Pak Hari yang memiliki inisiatif membuat surat pengusaan tanah. Yakni membuat surat keterangan penguasaan fisik yang sejak Tahun 2000 dikuasai Nafian,” ujar Maharani.

Advertisement

Selain itu dalam surat yang dibuatnya ada pemalsuan tanda tangan Mulyadi Ridwan.

” Jadi yang membuat surat-surat tersebut adalah Hari Susiyo. Ada 6 surat yang dibuat olehnya diantaranya penguasaan fisik tanah sejak Tahun 2000 dan juga ada pemalsuan tanda tangan dalam surat keterangan tanda batas,” ujar Maharani.

Perlu diketahui bahwa Hari Susiyo terseret sebagai tersangka atas kasus Nafian dan Sunarko. Terdakwa Nafian (49) warga Jl Wukir, Gang V, RT 03/RW 02, Kelurahan Temas, Kecamatan Batu, Kota Batu dan Sunarko (48) warga Dusun Santrean, RT 03/RW 03, Desa Sumberejo, Kecamatan Batu , Kota Batu, didakwa Pasal 263 Ayat 2 KUHP Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke 1 KUHP dan atau Pasal 406 ayat 1 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sebab selain melakukan pemalsuan surat untuk menguasai tanah milik Liem Linawati, warga Perum Dewi Sartika, Kelurahan Temas, Kota Batu, Nafian dan Sunarko juga terlibat dalam pembongkaran tembok pembatas Perum New Dewi Sartika dengan lebar 350 cm, tinggi 210 cm, ketebalan 60 cm dengan jumlah volume 4,41 meter kubik milik Liem Linawati.

Advertisement

Menurut JPU Maharani, surat yang diduga palsu buatan oknum Kelurahan Temas.

“Terbit surat seperti yang diinginkan Nafian.Kemudian dibikinlah surat-surat tentang sporadik. Dalam surat itu dijelaskan bahwa tanah itu sejak Tahun 2000 dikuasai oleh Nafian. Kenyataanya tidak pernah mengusai. Memang ada tanda tangan Lurah Temas. Saat itu Pak Lurah percaya pada Hari Susiyo hingga menandatangani surat tersebut. Surat itu kemudian digunakan untuk membuat SPPT PBB. Jadi tanah itu ada 2 SPPT PBB atas nama bu Liem dan satunya atas nama Darip. Sehingga terjadilah pembongkaran tembok tersebut pada 15 Juli 2019,” ujar Maharani.

Diketahui pada warkah tercatat secara jelas bahwa pada Tahun 1983 , tanah dijual oleh pemiliknya, Darip P. Sunarsih kepada Marlikah. Selanjutnya oleh Bu Marlikah dijual kepada BUN (Bank Umum Nasional).

” Saat tanah dijual ke Marlikah suratnya sudah menjadi SHM. Karena dibeli oleh PT BUN, SHM dijadikan SHGB. Kemudian pada Tahun 1993 tanah tersebut oleh PT BUN dijual ke Bu Liem,” ujar Maharani. (gie)

Advertisement

 

Advertisement
Click to comment

Tinggalkan Balasan

Terpopuler

Lewat ke baris perkakas