Hukum & Kriminal
Kasus Pemalsuan Keterangan Riwayat Tanah, MS Alhaidary: Kita Segera Koordinasi dengan Propam Polda Jatim
Memontum Kota Malang – Terdakwa Nafian (49) warga Jl Wukir, Gang V, RT 03/RW 02, Kelurahan Temas, Kecamatan Batu, Kota Batu dan Sunarko (48) warga Dusun Santrean, RT 03/RW 03, Desa Sumberejo, Kecamatan Batu , Kota Batu, Senin (13/7/2020) pukul 14.30, kembali jalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang.
Kedua terdakwa kasus dugaan Pasal 263 Ayat 2 KUHP Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke 1 KUHP dan atau Pasal 406 ayat 1 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, masih dalam tahap mendengarkan keterangan para saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kali ini yang dihadirkan adalah Ali Fatkurrahman, PNS Analis Penilai Pajak, Badan Keuangan Daerah Kota Batu, Mulyadi Ridwan warga Jl Agus Salim, Kota Batu dan Dwi Sulistiani, istri terdakwa Sunarko.
Dari keterangan saksi Mulyadi Ridwan menyebut bahwa dia tidak pernah tanda tangan dalam surat keterangan tanda batas. Yakni terkait sebagai pemilik tanah yang berbatasan dengan objek sengketa. Dia tidak pernah diminta oleh aparat desa untuk tanda tangan namun tanda tangannya muncul dalam surat keterangan tanda batas tersebut.
Selain itu keterangan dari Dwi Sulistiani yang menyebutkan Nafian datang ke rumahnya bersama Amin Makmun, anggota kepolisian. ” Amin Makmun saat itu bilang ke suami saya kalau tanah itu aman,” ujar Dwi.
Tentunya keterangan-keterangan tersebut bisa berbuntut panjang terkait pemalsuan tanda tangan Mulyadi Ridwan yang diduga dilakukan oleh pihak aparat desa dan juga keterangan Dwi Sulistiani yang menyebut ada keterlibatan anggota kepolisian.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Maharani Indrianingtyas SH, menyebut bahwa Nafian dan Sunarko meminta diterbitkan SPPT atas tanah tersebut atas nama Darip/Nafian.
“Tadi keterangan dari pihak Badan Keuangan Daerah bahwa Sunarko dan Nafian meminta diterbitkan SPPT baru tanah tersebut atas nama Darip/Nafian. Sedangkan Saksi Mulyadi Ridwan tanda tangannya di palsukan oleh aparat desa dalam surat keterangan tanda batas untuk pemasangan patok. Sedangan Dwi Sulistiani menyebut bahwa Nafian sering datang ke rumahnya untuk minta tolong pengurusan tanah. Juga ada nama Amin Makmun yang mengatakan tanah tersebut aman,” ujar Maharani.
MS Alhaidary SH MH, kuasa hukum Liem Linawari selaku pihak korban, menyebut.jika memang ada keterlibatan oknum polisi, pihaknya akan berkoordinasi dengan Propam Polda Jatim. ” Terkait masalah ada oknum polisi kita segera koordinasi dengan Propam Polda Jatim,” ujar MS Alhaidary.
Seperti diberitakan sebelumnya Terdakwa Nafian (49) warga Jl Wukir, Gang V, RT 03/RW 02, Kelurahan Temas, Kecamatan Batu, Kota Batu dan Sunarko (48) warga Dusun Santrean, RT 03/RW 03, Desa Sumberejo, Kecamatan Batu , Kota Batu, didakwa Pasal 263 Ayat 2 KUHP Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke 1 KUHP dan atau Pasal 406 ayat 1 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sebab selain melakukan pemalsuan surat untuk menguasai tanah milik Liem Linawati, warga Perum Dewi Sartika, Kelurahan Temas, Kota Batu, mereka juga terlibat dalam pembongkaran tembok pembatas Perum New Dewi Sartika dengan lebar 350 cm, tinggi 210 cm, ketebalan 60 cm dengan jumlah volume 4,41 meter kubik milik Liem Linawati.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Maharani Indrianingtyas SH mengatakan bahwa korban atas nama Liem Linawati memiliki SHGB No 144, letak tanahnya di Jl Dewi Sartika.
” Bu Liem membangun pager pembatas. Namun letter C masih atas nama Darip P Sunarsih, ayah Nafian. Karena itu Nafian merasa sebagai ahli waris meminta Sunarko untuk mengurus surat-surat tanah tersebut,”ujar Maharani.
Baca : Pemalsuan Keterangan Riwayat Tanah, Lurah Temas Jadi Saksi di Pengadilan
Dari sinilah terbit surat yang diduga palsu buatan oknum.
“Terbit surat seperti yang diinginkan Nafian. Yakni setelah Sunarko meminta tolong oknum kepolisian. Kemudian dibikinlah surat-surat tentang sporadik. Dalam surat itu dijelaskan bahwa tanah itu sejak Tahun 2000 dikuasai oleh Nafian. Kenyataanya tidak pernah mengusai. Memang ada tanda tangan Lurah Temas. Saat itu Pak Lurah percaya pada oknum hingga menandatangani surat tersebut. Surat itu kemudian digunakan untuk membuat SPPT PBB. Jadi tanah itu ada 2 SPPT PBB atas nama bu Liem dan satunya atas nama Darip. Sehingga terjadilah pembongkaran tembok tersebut pada 15 Juli 2019,” ujar Maharani.
Baca Juga : Gunakan Surat Palsu Kuasai Tanah, Nekat Jebol Tembok Milik Warga Perumahan Dewi Sartika
Diketahui pada warkah tercatat secara jelas bahwa pada Tahun 1983 , tanah dijual oleh pemiliknya, Darip P. Sunarsih kepada Marlikah. Selanjutnya oleh Bu Marlikah dijual kepada BUN (Bank Umum Nasional).
” Saat tanah dijual ke Marlikah suratnya sudah menjadi SHM. Karena dibeli oleh PT BUN, SHM dijadikan SHGB. Kemudian pada Tahun 1993 tanah tersebut oleh PT BUN dijual ke Bu Liem,” ujar Maharani. (gie/yan)
- Kota Malang4 minggu
Gramedia Goes to Campus, Berikan Pencerahan Mahasiswa untuk Memasuki Dunia Kerja
- Kota Malang4 minggu
KPU Kota Malang Tegaskan Anggota DPRD yang Terlibat Kampanye Pilkada Wajib Ajukan Cuti
- Kota Malang4 minggu
Kampung Warna-Warni Jodipan Kota Malang Jadi Tujuan Utama Wisatawan Mancanegara
- Hukum & Kriminal3 minggu
Diduga Lompat ke Rel Kereta Api, Seorang Perempuan Tewas Tertabrak KA Pengangkut BBM
- Kota Malang4 minggu
Kasus Gondongan di Kota Malang Meningkat, Dinkes Siapkan Faskes dan Sosialisasi Pencegahan
- Hukum & Kriminal4 minggu
Diduga Ngetap Bensin Sembarangan, Motor dan Ruko di Jalan Raya Tlogomas Terbakar
- Kota Malang4 minggu
Pemkot Malang Dorong Peningkatan PAD melalui Optimalisasi Transaksi Elektronik
- Kota Malang4 minggu
Pembangunan Pasar Besar Kota Malang Masuk Prioritas 2025, Pemkot Tunggu Review DED