Kota Malang

Dari Hobi Jadi Duit, Begini Kisah Pengusaha Konveksi di Kota Malang

Diterbitkan

-

Dari Hobi Jadi Duit, Begini Kisah Pengusaha Konveksi di Kota Malang

Memontum Kota Malang – Salah satu pengusaha kaos di Kota Malang, Dicky Asmoro Oetomo (49), memiliki kisah unik dalam memulai bisnisnya. Berawal dari hobi yang senang mendesain kaos dan pakaian modis, membuat beberapa orang tertarik untuk membeli hasil produknya. Hingga, bisnis itu merambah ke dunia perkafean.

Bisnis yang dimiliki itu, dimulai saat dirinya duduk di perguruan tinggi pada tahun 1995, hingga saat ini. Seolah memakai prinsi iseng-iseng berhadiah, kaos hasil desainnya yang dijual dengan Rp 9 ribu saat itu, banyak diburu oleh teman-temannya.

“Jadi pada waktu itu, saya mencoba untuk membeli kain sekitar 1 meter. Saya membuat kombinasi desain bajunya. Kemudian, baju itu saya pakai kuliah. Singkat cerita, teman saya banyak yang tertarik dengan baju yang saya kenakan. Kemudian, pada saat transaksi pertama, kaos itu saya hargai Rp 9 ribu dan kalau sekarang itu sekitar Rp 200 ribu. Padahal waktu itu, harganya saya asal ngomong,” jelas Dicky, saat ditemui, Sabtu (28/01/2023) tadi.

Kemudian, lanjutnya, setelah melakukan transaksi kaos pertamanya dengan salah satu temannya itu, semakin banyak teman kuliahnya yang memesan. Selama hampir dua bulan berjalan, dirinya bekerjasama dengan salah satu penjahit, yang berhasil memproduksi 10 kaos per harinya.

Advertisement

“Saya senang sekali waktu itu. Bukan karena nominalnya, tapi karena desain saya banyak yang suka. Waktu itu untung yang saya dapat dari 1 kaos itu Rp 3 ribu. Itu berjalan dua bulan. Transaksi kaos yang saya lakukan bersama teman itu ketika selesai kuliah. Jadi pulang kuliah ke rumah, kemudian kaos yang habis saya kenakan langsung dibeli mereka,” katanya.

Untuk modal yang digunakan saat itu, dirinya mengatakan jika berhutang senilai Rp 500 ribu, kepada penjual nasi goreng di depan rumah nya kala itu. Walaupun, dirinya lahir dari keluarga yang berkecukupan.

“Saya gak mau minta ke orang tua meskipun mereka mampu. Karena saya paham betul ayah saya tidak akan mau menerima uang pelunasan dari saya. Jadi, memang saya mau murni dari hasil kerja keras saya sendiri. Lambat laun, mereka bisa mengerti itu. Dan bisnis kaos saya juga semakin maju,” ujarnya.

Baca juga :

Advertisement

Lebih lanjut dirinya mengatakan, bahwa bisnis konveksi yang dimiliki itu bernama Baboon T-Shirt, yang saat itu tercetus di antara tahun 1996 hingga 1997. Dalam hal nama brand itu, dirinya juga tidak mengetahui apa arti dari sebuah kata Baboon yang didapatkan di kamus bahasa Inggris-Indonesia.

“Dahulu namanya Dicky Collection. Terus akhirnya, saya buka secara acak di Kamus Inggris-Indonesia. Saya buka di halaman sebelah kanan, kemudian menemukan kata Baboon. Memang asal buka, tapi disitu saya langsung tertarik tanpa mengetahui arti kata Baboon saat itu apa,” ujarnya.

Bisnis yang dirinya jalankan, pun kemudian naik begitu pesat. Bahkan, disaat kritis moneter yang terjadi di tahun 1998 itu. Namun, kala itu dirinyq tidak hanya berkutat pada produksi kaos saja, melainkan juga melayani dalam pembuatan seragam. Saat pandemi Covid-19 yang melanda dunia di tahun 2020 kala itu, bisnis yang dirinya jalankan jauh lebih menurun.

“Pandemi kemarin saya rugi. Tapi kita fokus membuat APD Hazmat yang saat itu sangat dibutuhkan oleh tenaga kesehatan. Akhirnya bisnis tetap berjalan, tapi dengan pemasukan yang sangat rendah. Bahkan, beberapa karyawan yang saya kurangi jamnya,” lanjutnya.

Tidak berhenti di situ, saat pandemi Covid-19 tahun 2020, dirinya memutar otak untuk menggabungkan konsep konveksi dengan bisnis coffeeshop. Hal itu dilakukan, sebab sang anak ingin membuka bisnis perkopian.

Advertisement

“Konsep Baboon ini sudah berjalan, dan banyak mesin jahit disini. Karena memang awalnya untuk konveksi. Akhirnya, saya konsultasi sama teman saya yang arsitek, bagaimana mengkonsep konveksi ini sejalan dengan kafe yang diinginkan anak saya. Singkat cerita jadilah Kafe Kooka seperti sekarang ini, itu dimulai di tahun 2020,” ungkapnya.

Hingga pada akhirnya, Dicky menyebutkan bahwa selama kurang lebih 2 tahun berdiri, Kooka Coffe seolah menjadi marketing yang menjembatani bisnis Baboon T-Shirtnya. Komisaris Kooka Coffee ini menuturkan, setiap orang yang bertandang pasti akan penasaran dengan kegiatan konveksi yang dilakukan di area tersebut. Hal itulah yang menurutnya menjadi daya tarik tersendiri dari Kooka dan Baboon. (rsy/sit)

Advertisement
Click to comment

Tinggalkan Balasan

Terpopuler

Lewat ke baris perkakas