Kota Malang

Jadi Barometer Toleransi Nasional, Wali Kota Sebut Malang Miliki Lingkungan Sosial Kondusif

Diterbitkan

-

Memontum Kota Malang – Wali Kota Malang, Sutiaji, mendapat kepercayaan dari Pemerintah Pusat untuk menjadi narasumber dalam seminar bertajuk Stategi Percepatan Penanganan Kebijakan Diskriminatif atas nama Otonomi Daerah Guna Memperkokoh Ketahanan Nasional. Seminar tersebut diikuti Wali Kota Sutiaji bersama Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) melalui Zoom Meeting di Ruang Kerja Balai Kota, Kamis (10/06).

Menurut orang nomor satu di Kota Malang itu praktik diskriminatif masih terjadi di berbagai belahan bumi, termasuk dalam era otonomi daerah di Indonesia.

Baca Juga:

    “Selain faktor perbedaan tafsir, berkembangnya polarisasi dalam politik, dan serbuan digital seringkali menambah pelik pemecahan masalah. Begitu banyak tantangan hadir di era digital saat ini termasuk pandemi, perubahan cara hidup, hoaks, ancaman lunturnya budaya, dan lain-lain sehingga terjadi disrupsi di semua sektor kehidupan termasuk tumbuhnya benih diskriminasi,” papar Sutiaji.

    Di Kota Malang sendiri, dijelaskan pemilik kursi N1 itu, memiliki lingkungan sosial kondusif yang turut melahirkan ekosistem pembangunan yang sehat dan menjadi daya tarik bagi ratusan ribu pendatang. Seperti mahasiswa maupun pekerja dari berbagai daerah. Sehingga tak jarang Kota Malang menjadi barometer toleransi nasional. “Malang kondusif, sangat kondusif. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Bakesbangpol juga menyebutkan bahwa Malang sangat toleran,” sambungnya.

    Advertisement

    Dari laporan yang ia terima, semua kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Malang terus menurun dan tertangani. Bahkan capaian indeks pembangunan gender Kota Malang meningkat dan cukup tinggi secara komparatif dengan kota atau kabupaten lain di Jawa Timur. Yaitu di tahun 2018 sebesar 94.71 lalu ditahun 2019 ada di angka 94.72

    “Sedangkan untuk capaian indeks pemberdayaan gender Kota Malang meningkat signifikan dan cukup tinggi secara komparatif dengan kota dan kabupaten lain di Jawa Timur. Yaitu pada 2018 sebesar 71.05 kemudian pada 2019 meningkat menjadi 78.11,” sambungnya.

    Bagi pria penggemar olahraga bulu tangkis itu, kunci mencegah diskriminasi yaitu komimen daerah, literasi, dialog, peran serta tokoh agama, masyarakat, akademisi, reorientasi kurikulum, dan dukungan media.

    Untuk komitmen daerah, jelas dan nyata tersurat dalam misi ketiga Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2018-2023 yaitu mewujudkan kota yang rukun dan toleran berazaskan keberagaman dan keberpihakan masyarakat rentan dan gender serta penguatan regulasi daerah.

    Advertisement

    “Kami Pemerintah Kota (Pemkot) Malang juga aktif mendorong literasi birokrasi maupun tokoh pelopor melalui berbagi pelatihan. Selain itu perpustakaan kota didorong memperkaya koleksi buku dengan nilai-nilai Pancasila dan kebangsaan lainnya. Insyallah nafas Pancasila selaras dengan upaya mereduksi diskriminasi,” tegasnya.

    Di tengah kemajuan teknologi seperti sekarang ini pun, Pemkot Malang tetap berupaya mereduksi diskriminasi dengan membangun sistem informasi perempuan, sms center dan pengaduan kekerasan perempuan dan anak. “Selain itu kami membangun ruang suara dalam pembangunan bagi kelompok rentan melalui Musrenbang tematik. Sinergi merupakan kunci menjaga kondusifitas Kota Malang. Peran serta masyarakat juga mutlak diperlukan dan Pemkot Malang aktif mewadahi,” tegas Sutiaji. (hms/mus/ed2)

    Advertisement
    Click to comment

    Tinggalkan Balasan

    Terpopuler

    Lewat ke baris perkakas