Kota Malang
Persilangan Budaya Kota Tidore Jadi Bahasan Apik dalam Film Dokumenter Hula Keta Bukan Maluku Tanpa Sagu
Memontum Kota Malang – Persilangan budaya di Kota Tidore, Maluku Utara, menjadi bahasan apik dalam film dokumenter ‘Hula Keta Bukan Maluku Tanpa Sagu,’ yang ditayangkan di salah satu bioskop Kota Malang, Sabtu (18/03/2023) siang.
Sebagai Produser Film, Daya Negri Wijaya, menjelaskan jika Hula Keta itu memiliki makna tersendiri. Dimana, Hula yang berarti Sagu dan Keta yang berarti panggang. Jika digabungkan menjadi Sagu Panggang dan itu menjadi makanan pokok yang khas dari Kota Tidore.
“Hula Keta merupakan salah satu makanan pokok masyarakat Tidore sebagai pengganti nasi. Makanan ini dibuat dengan bahan dasar Sagu (sari singkong) kemudian dibakar menggunakan cetakan tahan panas (forno) hingga matang. Hal itu berawal dari datangnya orang eropa ke Nusantara, yang kehabisan bahan makanan,” jelas Daya.
Kemudian, dijelaskannua jika dalam bahasa yang dikenakan tersebut, menggunakan konteks penyerapan dari bahasa asing ke bahasa Nusantara. Dalam hal itu, menggunakan bahasa Melayu Tidore. Seperti, dalam penyebutan cetakan pembuat roti.
“Orang Portugis dan spanyol menyebut cetakan pembuat roti adalah forno. Di pasaran sampai sekarang, kalau beli Keta jarang ada yang tau. Karena kalau beli ngomongnya harus forno, itu termasuk bahasa pasar,” lanjutnya.
Baca juga :
- Kampanye Hari Terakhir, Abah Anton dan Dimyati Manfaatkan Momen dengan Sapa Pedagang Pasar Dinoyo
- Bawaslu Kota Malang Fokus Antisipasi Serangan Fajar dan Politik Uang di Pilkada 2024
- Sambut 2025, Pj Wali Kota Malang Tegaskan Tata Kelola PAD Transparan dan Akuntabel
- Bawaslu Kota Malang Petakan TPS Rawan di Pilkada 2024
- Bawaslu Kota Malang Gelar Apel Pengawasan Pilkada 2024, Tegaskan Pentingnya Integritas
Daya berharap, melalui film tersebut bukan hanya orang maluku yang dapat melestarikan budaya Indonesia. Tetapi, siapapun bisa, termasuk suku jawa, atau yang lainnya. Sehingga memunculkan kesadaran budaya.
“Artinya melalui film tersebut, kita bisa melestarikan budaya Indonesia yang sangat beraneka ragam,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Wali (Wawali) Kota Malang, Sofyan Edi Jarwoko, yang turut hadir dalam penayangan film tersebut, memberikan apresiasi. Sebab, menurutnya dari film tersebut mempunyai satu pandangan yang luar biasa.
“Bangsa Indonesia memiliki kekayaan pangan yang melimpah, seperti sagu menjadi kebutuhan pangan yang selalu ada di rumah. Disamping mereka juga makan nasi, dan itu tidak tergantung strata ekonomi, mau kaya atau miskin itu semua ada sagu. Jadi ada nasi dan sagu,” tutur Bung Edi.
Lebih lanjut dikatakan, jika tiap-tiap daerah yang ada di Indonesia bisa menghargai potensi sumber pangan yang ada, maka di yakini tidak ada satu orang pun yang mengalami kelaparan. Sehingga, melalui film tersebut juga dibutuhkan penguatan budaya.
“Bangsa ini adalah bangsa yang kaya raya dengan potensi yang dimiliki. Kalau di Indonesia bagian timur itu sagu, nah di Jawa ada singkong, ketela rambat, jagung, dan sebagainya. Itu sebagai pengganti karbohidrat (nasi). Begitupun dengan protein yang juga melimpah, ikan laut yang luar biasa,” imbuh Bung Edi. (rsy/sit)
- Kota Malang4 minggu
Kampung Warna-Warni Jodipan Kota Malang Jadi Tujuan Utama Wisatawan Mancanegara
- Hukum & Kriminal3 minggu
Diduga Lompat ke Rel Kereta Api, Seorang Perempuan Tewas Tertabrak KA Pengangkut BBM
- Kota Malang4 minggu
Kasus Gondongan di Kota Malang Meningkat, Dinkes Siapkan Faskes dan Sosialisasi Pencegahan
- Hukum & Kriminal4 minggu
Diduga Ngetap Bensin Sembarangan, Motor dan Ruko di Jalan Raya Tlogomas Terbakar
- Kota Malang4 minggu
Semester Genap Tahun Akademik 2023/2024, Unikama Wisuda 470 Mahasiswa
- Hukum & Kriminal3 minggu
Diduga Akibat LPG Bocor, Dua Warung Makan di Kota Malang Terbakar
- Hukum & Kriminal4 minggu
Ratusan Knalpot Brong Hasil Operasi Zebra Semeru 2024 Polresta Malang Kota Dihancurkan
- Hukum & Kriminal4 minggu
Komplotan Pelaku Rumah Produksi Narkoba Dilimpahkan ke Kejari Malang, Hukuman Seumur Hidup Menanti