Hukum & Kriminal

Sengketa Tanah Warga Madyopuro Vs Pemkot, Penggugat Pertanyakan Pencoretan Letter C

Diterbitkan

-

H Agung dani Dr. M. Khalid Ali, S.H, M.H, kuasa hukum nya. (gie)

Memontum Kota Malang – Ada fakta menarik di persidangan gugatan H Agung Mustofa terhadap Pemkot Malang, dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Selasa (10/8). Yakni dengan agenda saksi konfrontir antara mantan Lurah Madyopuro Tahun 1990-1995, Gatot Samedi dengan mantan sekertaris kelurahan tahun 1995 yakni Andarto.

H Agung melalui Dr. M. Khalid Ali, S.H, M.H, kuasa hukum nya, usai persidangan mengatakan bahwa persidangan kali ini adalah keterangan saksi tambahan dari mantan lurah Madyopuro dengan sekertaris kelurahan Madyopuro Tahun 1995.

Baca juga:

    “Bahwa ini tidak terlepas dari proyek nasional saat itu. Dimana tanah-tanah Bekas Dai Nippon (BDN) disertifikatkan. Saat itu yang berperan adqlah sekertaris kelurahan. Diakui dalam persidangan bahwa Tahun 1995 -1996 tidak ada pencoretan Letter C atas nama Bu Chutobah. Lurahnya juga mengatakan tidak tahu ada pencoretan. Namun di bukti surat lurah ada pencoretan. Harusnya lurah tahu, siapa yang mencoret itu. Pencoretan itu di atas tahun 1995, padahal pembelian Perumnas Tahun 1981. Jadi ada misteri siapa yang mencoret nama Bu Chutobah,” ujar Khalid.

    Sementara itu H Agung menambahkan bahwa pada Tahun 1995, sekertaris deaa yang membikinkan surat hibat dari Bu Khotubah kepada dirinya. “Seklur membikinkan surat hibah dari ini saya ke saya. Salah satunya tanah BDN ini. Saat itu belum ada pencoretan, namun sekarang kok ada pencoretan. Perumnas sendiri katanya beli Tahun 1981-1982, kalau sudah ada pencoretan di Tahun 1981-1982, tidak mungkin Seklur membuatkan surat hibah kepada saya. Jadi coretan tersebut terjadi setelah Tahun 1996. Aneh kan? Siapa tang mencoret. Kok tiba-tiba muncul coretan,” ujar Agung.

    Advertisement

    Diberitakan sebelumnya, saat bertemu Memontum.com H Agung menceritakan bahwa tanah tersebut adalah miliknya pemberian hibah dari Alm Hj Chutobah Tahun 1995. ” Sebelum Tahun 1980, orang tua saya memiliki hak sewa dari Kahar dan Kaserin. Pada Tahun 1980, tanah itu dijual bebas ke orang tua saya sistemnya ganti rugi. Disaksikan Kahar dan Kaserin serta saudaranya Fatimah dan Siti. Tanah itu sah milik orang tua saya hingga Tahun 1995 dihibahkan kepada saya. Banyak saksinya” ujar Agung.

    Pada Tahun 2018, Agung mengajukan program pengururusan sertifikat. ” Setelah diukur, ternyata kuotanya penuh jadi menunggu sistem antrian. Pada Tahun 2020, pas saya mau mengurus lagi kok tau-tau sudah menjadi tanah Pemkot Malang. Akhirnya saya melakukan gugatan. Menurut Pemkot tenah tersebut telah dijual ke Perumas. Kok bisa seperti itu, padahal surat aslinya masih berada di tangan saya. Kalau misalkan ada jual beli, surat asli kan ngikut ke pembeli. Tapi ini bukti surat masih ada di tangan saya,” ujar Agung

    Dr. M. Khalid Ali, S.H, M.H, kuasa hukum Agung Mustofa mengatakan bahwa tanah tersebut adalah tanah BDN (Bekas Dai Nippon). ” Tanah tersebut sebelum dijajah Jepang, adalah milik warga. Saat masa penjajahan Jepang, tanah tersebut dikuasai Jepang dan diginakan untuk lqndasan bandara Sundeng. Setelah kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, warga pemilik asal diperkenankan untuk menguasai kembali. Oleh karena itu di buku desa masih atas nama warga masing-masing. Karena pernah dikuasai penjajah makanya ada tanda yang berbeda di buku tanahnya, tanah BDN,’ ujar Khalid.

    Menurut Khalid bahwa saksi dari Pemkot Malang menguntungkan pihaknya sebagai penggugat. “Tadi saksinya Endik Sampurno, warga asli Madyopuro. Dia.mengatakan bahwa tanah itu adalah tanah BDN. Mengatakan bahwa bahwa kakek dan orang tua klien kami memiliki banyak sawah. Jadi klien kami bukan asal mengklaim. Tanah tersebut adalah miliknya,” ujar Khalid.

    Advertisement

    Sementara itu Kepala bagian hukum Pemkot Mang Tabrani SH saat dikonfirmasi Memontum.com mengatakan bahwa tanah itu sudah dijual ke Perumnas. ” Melihat gugatannya, penggugat menyebut bahwa tanah milik nya dia, dari orang tuanya. Padahal menurut saya di data buku Letter C, tanah itu telah dijual ke Perumnas,” ujar Tabrani. (gie)

    Advertisement
    Click to comment

    Tinggalkan Balasan

    Terpopuler

    Lewat ke baris perkakas